“Don’t limit yourself. Many people limit themselves to what they think they can do. You can go as far as your mind lets you. What you believe, remember, you can achieve.” Mary Kay Ash, founder Mary Kay Cosmetics
Sebagian orang seringkali melihat keterbatasan sebagai hambatan. Mereka terjebak dalam paradigma bahwa ketika tidak punya suatu hal, atau ketika terhalang oleh kejadian di luar prediksi, maka segala sesuatu menjadi tidak mungkin. Keterbatasan bukan akhir dari segalanya. Terbatas berarti kita diberi kesempatan untuk menjadi orang yang berbeda. Keterbatasan bukanlah sebuah hambatan untuk meraih cita dan mewujudkan asa, tapi ia adalah sebuah loncatan besar, sebuah opportunity untuk menjadi manusia hebat.
Kita perlu melihat keterbatasan sebagai sebuah tantangan. Ketika itu, kita bisa dengan bebas menentukan cara untuk menaklukkannya. Seluas apa imajinasi kita, sedalam apa keyakinan kita, dan sepercaya apakah kita pada takdir dan kehendak-Nya, sebesar itu pula kita mampu meraihnya. Setidaknya, itulah yang saya yakini hingga saat ini.
Sudah satu bulan jalan pernikahan, ada banyak sekali hal2 di luar prediksi yang memerlukan adaptasi di dalamnya, mengais lebih banyak doa dan pengharapan, juga menyita lebih banyak energi dan waktu untuk belajar. Namun sungguh, di dalamnya, terselipkan jauuuh lebih banyak kesyukuran. Syukur yang membuat saya terkagum-kagum akan skenario takdir-Nya, atas keselarasan, keseimbangan, dan kelengkapan dalam menyempurnakan setengah din.
Rasa syukur memang sahabat terbaik untuk lebih menikmati hidup dan memandang kehidupan dengan lebih bijaksana. Karena syukur adalah kunci bertambahnya nikmat, serta penghias keberkahan di setiap karunia yang Ia berikan.
Tidak sulit menyatukan frame dan kebiasaan antara saya dan suami. To be honest, it’s easy enough to get along each other. Alhamdulillah. Sebab selama di kampus, kami berorganisasi pada ruang lingkup yg luas, pernah bersinggungan dengan lapisan masyarakat di berbagai level organisasi. Kami sudah cukup “berkompeten” dengan bagaimana menghadapi orang di berbagai level tersebut. Oleh karena itu, bukan hal yang sulit untuk menjadi akrab dalam kurun waktu yang relatif singkat.
Hari-hari paska pernikahan, kami lebih banyak mengisinya dengan cerita2 inspiratif, tentang capaian2 masa depan, visi-misi dunia-akhirat, tentang keluarga yg ingin dibangun, tentang cerita2 masa kecil yang sampai sekarang masih menjadi obrolan menarik untuk diperbincangkan. Ada saja cerita masa kecil suami yang membuat saya merasa “wah kok ada ya orang yang jalan hidupnya seperti ini” atau setumpuk perasaan kagum saya pada perjuangannya, semangatnya memperbaiki diri dan menemukan kebenaran. Terutama mendengar cerita dari Mama (ibu mertua saya) tentang bagaimana proses pendewasaan suami saya dan kesederhanaannya dalam hidup. Subhanallah, saya sampai ngefans sama suami saya sendiri. *semoga dia nggak baca tulisan saya yang ini, hehe*
Keakraban kami memuncak ketika kabar hasil tes yang hanya dua garis merah itu muncul. Padahal hanya dua garis merah, bukan berita gembira menang undian berhadiah atau kemunculan bingkisan menarik yang tiba2 datang di depan rumah. Sebuah berita dua garis merah yang penuh makna. Belum genap sebulan menikah, tepatnya 17 Desember 2015 melakukan quick test kehamilan, ternyata hasilnya positif. Dua garis merah 🙂
Hi babe, welcome to the darkness! But dont worry, i will be your sunshine 💗
Ceritanya bermula ketika saya menyadari haid saya terlambat di bulan pertama setelah menikah. Satu hari terlambat, saya pikir wajar saja, biasanya juga begitu. Dua hari terlambat, masih merasa wajar. Tiga hari terlambat, saya pikir ini efek paska menikah, jadi masih merasa wajar. Empat, lima, enam hari, saya sudah mulai merasa khawatir. Tidak biasanya saya telat selama ini, apalagi bagi saya yang setiap bulan rutin mengalami menstruasi. Akhirnya saya konsultasikan ke teman dekat saya yg secara official bergelar dr. di bulan Agustus kemarin. Sampai akhirnya dia menyarankan saya untuk segera quick test dg menggunakan pregnancy test yg dijual di apotek.
Singkat cerita, keesokan harinya, setelah bangun tidur saya langsung melakukan test dan belum satu menit rasanya, sudah terlihat dua garis merah pertanda positif. Waktu itu saya langsung lemas dan terduduk *literally*. Kelemasan saya bertambah karena pertanyaan suami: “Dek, ini artinya apa?” -_- hahaha dasar laki2
Sejak menikah, entah mengapa, saya sering merasa kelelahan, mudah ngantukan, dan mudah merasa “tidak enak badan”. Ternyata benar, itu semua disebabkan adanya sebuah “zat asing” yang sedang “singgah” di ovarium saya, yang kemudian memicu implantasi (penempelan) pada dinding rahim. Ia kemudian akan tumbuh dan berkembang membentuk embrio.
Mengetahui kehamilan pertama ini, saya juga sempat merasa khawatir. Karena tuntutan start-up bisnis yang sedang saya bangun, beberapa kali si janin menemani bundanya bolak/ik Garut tiap pekan untuk survey potensi lokal sekaligus pendampingan pembuatan beras jagung untuk warga Desa Dangdeur.
Pertama kali ke Garut, tepatnya tgl 30 November-1 Desember, saya dan rekan saya melakukan instalasi alat pembuatan beras jagung yang merupakan hibah Badan Ketahanan Pangan Jawa Barat. Acara ini juga dilengkapi dengan serangkaian agenda launching P2KP (Program Percepatan Keanekaragaman Pangan) oleh Ibu Dewi, selaku Kepala BKP Jabar. Di acara launching ini, berbagai stakeholder ikut hadir, terutama dari Dinas Pertanian, Balai Bibit Umum, Dinas UMKM, Dinas Koperasi, Dinas Peternakan, bahkan dari Militer pun ikut turut serta meresmikan program. Turut diundang juga para petani jagung, pengurus koperasi Tani Mukti, dan perangkat Desa. Sebuah semangat baru muncul untuk mewujudkan Desa Dangdeur sebagai desa percontohan nasional. Semangat itu pun memuncak ketika diakhir acara saya dipanggil langsung oleh ibu kepala badan untuk membuat grand desain proyek perwujudan Dangdeur Mandiri Sejahtera untuk tahun 2016. Fokus objeknya adalah pertanian dan bahan pendukung pertanian. Ibu Dewi meminta saya untuk membuat perencanaan pelatihan dan riset yang terintegrasi dengan universitas, dalam hal ini ITB. Waw, sebuah tantangan sekaligus kesempatan untuk belajar. *belajar lagiiii*
[sayang sekali dokumentasinya masih di kamera, nanti saya update lagi :)]
Waktu itu kondisi saya masih sangat baik2 saja. Masih bisa diajak kompromi untuk melakukan banyak hal. Bahkan saya menginap 2 hari semalam di Garut untuk acara tersebut 🙂
Pekan selanjutnya, tepatnya tanggal 10 Desember, saya kembali ke Garut untuk pendampingan tahap dua. Mulai kerja teknis mendampingi masyarakat untuk membuat beras jagung. Anehnya saya merasa lelaaaaaaah sekali, padahal pekerjaannya hanya sekedar mengobrol dan mengarahkan warga di tempat yang sama, tidak banyak jalan, tidak banyak aktivitas gerak. Hari itu ditutup dengan saya tidur sepanjang perjalanan dari Garut ke Bandung.
[foto2nya juga masih di kamera, hihi. Nanti diupdate lagi :)]
Pekan ketiga bulan Desember, akhirnya saya memutuskan untuk menunda ke Garut, selain karena memang beberapa tahapan proses masih menunggu, kami juga ada acara di Bandung, diundang oleh Dinas Pertanian untuk menghadiri sosialisasi program One Day No Rice untuk hotel dan restauran di Bandung. Bertempat di hotel Serela, kami berkesempatan untuk menyapa jajaran direksi hotel2 ternama di Bandung.
Sosialisasi program ODNR di Bandung
Kami kembali ke Garut tgl 17 Desember untuk kunjungan ke beberapa model social-entreprise sebagai referensi untuk pembangunan di Desa Dangdeur. Kami mengunjungi Desa Genteng yang disana terdapat Genteng Healthy Market. Pasar ini dibangun murni karena kepekaan sosial sebuah keluarga lokal terhadap kondisi masyarakat disana. Konsep yang dibangun berdasarkan kondisi kultural masyarakat setempat dengan pengelolaan operasional yang modern. Adanya CCTV, pengelolaan limbah yang baik, pemetaan lokasi toko kering dan basah, semuanya diatur secara modern. Mereka juga merintis yayasan yang kemudian menaungi sekolah dasar sampai menengah atas. Keluarga terdiri dari ayah, ibu dengan 5 orang anak ini mengeluarkan uang pribadinya untuk membangun masyarakat. Mereka sempat mengikutkan program ini pada beberapa lomba, yaitu sebagai juara pertama di Mandiri Wirausaha, mendapatkan predikat sebagai global change makers, dsb. Info lengkap bisa cek link berikut: https://m.youtube.com/watch?v=muqVCxFf7yk
[dokumentasinya pending lagi ya]
Hari-hari setelah itu, barulah saya merasakan kelelahan yang tidak bisa ditepis. Saya demam sekitar 2 hari, badan saya panas dan badan lemas sekali. Tidak ada tenaga untuk masak, padahal saya selalu masak setiap hari dan menyiapkan sarapan sejak pagi. Tapi kemudian kekhawatiran saya terjawab sudah ketika saya memutuskan untuk pregnancy test tanggal 18 Desember, dan mendapatkan hasil positif untuk tes tersebut. Untuk memastikan kondisi kehamilan, akhirnya kami juga memutuskan untuk konsultasi pertama kehamilan ke dr. obgyn di RS. Hermina Pasteur keesokan harinya. Alhamdulillah, atas rekomendasi teman saya yg lulusan kedokteran Unpad, saya mempercayakan konsultasi kehamilan pertama saya pada dr. Evi Arijani, dokter akhwat yang sholihah, lembut, baik hati dan luas pengetahuannya. Menurut hasil USG, kondisi kehamilan saya baik dan posisi janinnya bagus. “Berarti dedenya kuat karena diajak bundanya kemana2 ya. Bismillah insha Allah sehat :)” begitu penutup dari dr. Evi yang melegakan saya dan suami.
4weeks6days, 0.78 cm 😉
Setelah itu, saya mulai serius belajar tentang kehamilan. Saya subscribe website2 kehamilan, join grup2 tentang informasi kehamilan di FB, baca2 buku tentang parenting, dan yang paling penting adalah memberitahu orang tua, terutama ibu saya. Diskusi dengan yang sudah sangat berpengalaman (oh iya dong, melahirkan 8 anak dengan normal gitu), adalah cara yang paling efektif buat saya. Saya banyak bertanya soal persiapan apa yg perlu difokuskan di awal-awal kehamilan pertama ini. Awalnya ibu saya kaget, “waduh, cepat sekali yaaa..dulu ummi selang 6 bulan menikah sama abi baru hamil kamu loh..hehe”
Duh, tapi yg namanya rizki yaa, bener2 Allah yg ngatur dan kalau Dia sudah berkehendak mah nggak ada yg bisa menghalang-halangi.
Setelah mengetahui kondisi kehamilan saya baik-baik saja, akhirnya saya tetap bersemangat untuk terus beraktivitas. Pekan keempat Desember, tepatnya tanggal 21, saya bersama rekan bisnis kembali mengunjungi Garut untuk pengambilan sample tanah dan pengambilan data untuk social mapping. Pengambilan sample tanah bertujuan untuk analisis kelayakan tanah Garut secara kuantitatif untuk ditanami jagung putih lokal. Singkat cerita, selain aktivitas saya di bisnis ini, saya juga menerapkan kerjasama dengan universitas untuk pengembangan produk. Saya mendampingi 6 kelompok PKM ITB yang membawa proyek terkait beras jagung secara komprehensif dari berbagai sisi, salah satunya adalah mengenai analisis kelayakan tanah tersebut.
Mahasiswa Rekayasa Pertanian ITB sedang mengambil sampel tanah Garut 🙂
Untuk permulaan, ada sekitar 10 hektar tanah Garut yang ditanami jagung putih lokal untuk bahan baku pembuatan beras jagung
Pengambilan data untuk social mapping dilakukan dengan metode wawancara dan PRA (Participatory Rural Appraisal), sebuah tools untuk social mapping. Kami berkunjung ke kantor Desa Dangdeur dan ke badan ketahanan pangan Garut. Kami mewawancarai perangkat desa terkait potensi lokal masyarakat yang mungkin juga dikembangkan seiring berjalanannya pendampingan beras jagung.
Foto dengan perangkat Desa Dangdeur 🙂
Struktur kepengurusan BKP Garut
Begitulah kira2 cerita satu bulan kehamilan saya sekaligus cerita bagaimana saya tetap beraktivitas bisnis. Menjadi social entrepreneur sekaligus calon bunda adalah dua hal yang memerlukan proses belajar yang panjang, yang menyita banyak waktu, keringat, pengorbanan, dan tentunya doa. Harus lebih perhatian terhadap gizi yang masuk, lebih aware terhadap perubahan kondisi tubuh, serta lebih semangat untuk mengupgrade kompetensi diri. Sebab anak yang cerdas lahir dari ibu yang cerdas, that’s what i believe.
Pada akhirnya, semuanya adalah tentang kesyukuran.. Karena ternyata Allah memberikan saya kesempatan untuk tetap mencurahkan passion saya dalam berbisnis, meskipun saya diberikan amanah kehamilan pertama ini. Semakin cepat Allah memberikan amanah ini, husnudzan saya, semakin cepat proses upgrading diri saya menuju insan yang lebih baik, yg semakin syumul (komprehensif) dalam segala hal.
“When one door of happiness closes, another opens; but often we look so long at the closed door that we do not see the one which has opened for us.” Helen Keller, author, political activist, and speaker.
Bismillah, keep being healthy my dearest 🙂 we are in the middle of fighting together. We are strong enough to face the world, yeah!
Catatan 1 bulan kehamilan seorang entrepreneur muda,
Ngawi, 4 Januari 2016